SELAMAT DATANG

Anda memasuki blog remaja yang gaul, cerdas dan mencerahkan

Sabtu, 23 Januari 2010

Artikel

MENGAPA AKU INGIN JADI PENULIS
Oleh : Faozi Latif*
Dalam sebuah obrolan singkat sehabis Sholat Jumat, seorang ustadz yang kebetulan juga sebagai khatib mengatakan ketika dia menerima uang saku dari Ta’mir Mesjid, “Hanya dengan modal ngomong saja saya dapat uang, apalagi dengan modal menulis”. Obrolan santai tersebut tidaklah dengan maksud serius, hanya sebuah guyon (humor) seorang ustadz. Tetapi bagi saya, ungkapan tersebut sangat mengena sekali dalam hati saya.
Kata-katanya mengibaratkan bahwa harga sebuah omongan tidaklah lebih mahal dari tulisan. Atau dalam kata lain sebuah ungkapan yang hanya “diucapkan” mungkin kurang begitu bermakna kalau dibandingkan dengan ditulis. Pemaknaan orang terhadap sesuatu yang ditulis biasanya lebih mendalam dari yang hanya diucapkan.
Mungkin sangat banyak orang yang pandai bicara, berkhutbah, pidato, tetapi belum tentu pandai menulis. Bahkan seringkali seorang petinggi memerlukan orang khusus untuk menuliskan teks pidato untuk moment-moment tertentu. Dari sini terlihat bahwa keterampilan menulis merupakan hal yang sangat istimewa. Apa jadinya sebuah pidato penting menjadi kurang greget karena teks pidatonya kurang menarik audiens.
Keterampilan menulis tidaklah datang secara ujug-ujug (tiba-tiba) tanpa ada proses. Dalam sebuah buku dijelaskan bahwa belajar menulis layaknya belajar berenang. Setiap orang bisa belajar teori dari kedua hal tersebut, tetapi belum tentu bisa melaksanakannya. Seseorang yang secara materi menguasai teori berenang belum tentu bisa berenang, kalau tidak terbiasa. Begitu juga dengan menulis, seorang yang bisa teori menulis belum tentu pandai mempraktekannya. Kuncinya hanya satu “ mempraktekannya secara terus menerus.
Secara materi, ungkapan sang ustadz di awal mengajak kita untuk merenung bahwa dengan menulis kita bisa mendapatkan uang, bahkan bisa menjadi profesi yang menjajnjikan. Tetapi, seorang teman pernah berkata bahwa janganlah aktivitas menulis kita dinodai dengan keinginan untuk mencari uang, tetapi jadikan aktivitas menulis itu sebagai sarana untuk mengungkapkan keinginan, uneg-uneg, ataupun sesuatu yang selalu menggelayut di nirwana pikir kita. Pada akhirnya, tujuan seseorang menulis/ menjadi penulis tentu tidak bisa diseragamkan, tergantung situasi dan kondisi tertentu. Banyak orang yang menulis dan akhirnya menjadi penulis karena alasan ekonomi, dan banyak juga yang menulis karena memang sudah menjadi hoby sejak kecil karena kebiasaan membaca buku.
Aku jadi merenung “Bukankah seorang penulis juga manusia biasa yang ngiler untuk hidup bahagia dan membahagiakan orang lain”. Bukankah penulis juga perlu energi untuk menggerakkkan jari-jarinya di atas keyboard, sehingga dia tidak bisa puasa seumur hidup. Bukankah seorang penulis juga memerlukan pencerahan ide-ide dari luar yang di dapat dari buku-buku, diskusi, internet, ataupun hanya sekedar berkeliling mencari ide-ide, mungkinkah hal itu bisa dilakukan kalau kita tidak punya uang.

2 komentar:

  1. saya salut sama Pak Faozi. Masih sempat juga nulis ditengah kesibukan sebagai Guru dan Aktivis Pemuda Muhammadiyah. Saya jadi ngiri pak, padahal saya banyak waktu luang, dan pingin nulis tapi nggak nulis-nulis. Insya Allah saya akan dengarkan acaranya di Gardu FM jam 2 siang setiap senin kan?

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, mohon doanya mudah2an bisa terus berprestasi,.....

    BalasHapus