Oleh : Faozi Latif
Dalam sebuah organisasi manapun, konflik menjadi hal yang sering terjadi. Baik organisasi profit seperti perusahaan maupun organisasi sosial seperti sekolah. Konflik-konflik tersebut bisa muncul dari berbagai lini. Menurut Baden Eunson (Conflict Management, 2007), terdapat empat jenis konflik dalam organisasi perusahaan. Pertama konflik vertical, yaitu konflik yang terjadi antara tingkat hirarki, seperti antara manajemen puncak dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan karir. Dalam organisasi sekolah konflik ini bisa terjadi antara Kepala Sekolah dengan Wakil Kepala, Wakil Kepala dengan KTU dan lain-lain. Adapun bentuk konfliknya bisa perbedaaan alokasi anggaran, perbedaan tunjangan kesejahteraan maupun adanya pendikotomian tugas.
Kedua konflik horisontal, yaitu konflik yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran. Di lingkungan sekolah konflik ini terjadi antara masing-masing Wakil Kepala tentang alokasi anggaran.
Ke tiga Konflik di antara staf lini, konflik ini terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda. Misalnya antara divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Konflik di sekolah bisa terjadi antara staf TU dengan yang lainnya dalam plaksanaan kerja. Ke empat Konflik peran yaitu berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang. Konflik bisa terjadi Wakil Kepala tentang batasan wewenang dan tugas masing-masing.
Yang penting untuk dipahami kemudian adalah, kenapa konflik-konflik itu bisa terjadi. Menurut Roy Sembel dan Sandra Sembel (http://www.roy-sembel.com) konflik bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah perbedaan kepribadian, perbedaan cara pandang, perbedaan tujuan dan perbedaan pemahaman.
Setiap orang memiliki pribadi yang berbeda. Di sini peran pemimpin sekolah dalam menempatkan potensi “bawahannya”. Ada beberapa tipe orang yang senang memaksakan pendapatnya dan menganggap pendapat orang lain kurang berharga. Di lain pihak ada tipe orang yang kebalikan merasa inferior dengan pendapat sendiri.
Dalam memandang pekerjaanpun ada beberapa perbedaan. Ada yang berpendapat biar lambat yang penting sempurna, ada juga yang senang dengan pekerjaan “kilat”. Adapun berkaitan dengan tujuan, ada tipe guru yang hanya sekadar menjalankan tugas tanpa ada juga yang benar-benar mengabdi untuk anak didiknya. Film Laskar Pelangi merupakan salah satu contoh pengabdian guru dalam menjalankan tugasnya.
Sering juga konflik terjadi karena miskomunikasi yang menimbulkan perbedaan pemahaman. Hal ini bisa terjadi karena penjelasan yang didengar, fakta yang dikumpulkan kurang lengkap ataupun kurang akurat. Pemahaman yang setengah-setengah, tidak tuntas tersebut, berpotensi menimbulkan masalah.
Sebagai pemimpin di sekolah, peran Kepala Sekolah dalam menangani konflik sangat diperlukan. Terkadang konflik akan beranak pinak ketika konflik pertama tidak diselesaikan. Maka di samping harus memiliki sikap empati dan mau mendengar, idealnya sebagai pemimpin Kepala Sekolah terbuka terhadap masukan dan kritikan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar