SELAMAT DATANG

Anda memasuki blog remaja yang gaul, cerdas dan mencerahkan

Kamis, 07 Januari 2010

Guru Agama, Benteng yang dibiarkan rapuh

Oleh : Faozi Latif, SHI

Sebuah bangunan yang mewah tapi tidak punya pondasi yang kokoh, bisa jadi akan hancur walau hanya dengan sedikit goncangan. Sebaliknya bangunan yang sederhana akan kokoh ketika disokong oleh pondasi yang kokoh.
Begitu berartinya pondasi, padahal biasanya pondasi dibangun sebagai alas. Itu berarti seringkali pondasi itu tidak terlihat wujudnya karena ditanam ditanah. Demikian juga pondasi selalu dibangun pertama sebelum yang lainnya. Ketika pondasi sudah selesai, maka tinggal mengembangkan menjadi bangunan sesuai keinginan.
Dalam dunia pendidikan, akhlak menjadi hal yang sangat urgen bagi peserta didik. dalam sebuah syair, dijelaskan “sesungguhnya setiap umat tergantung dari akhlaknya, apabila akhlaknya hancur/rusak, maka rusak pulalah umat itu.
Ketika akhlak seseorang sudah terbentuk, maka pengembangan berikutnya mengikuti keinginan/kebutuhan peserta didik tersebut.
Ilmu tanpa akhlak seringkali merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Di dunia pendidikan salah satu benteng akhlak adalah guru agama. Sejak dulu, guru agama mempunyai tanggung jawab untuk menjaga murid-muridnya dari perilaku tercela. Bukan hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di masysrakat. Di masa sekarang, beban itu semakin bertambah. Karena di samping guru agama mengajari berlaku santun di sekolah, di masyarakat bahkan di dunia maya.
Tapi beban yang berat tersebut sangat tidak berimbang dengan perhatian yang diperoleh. Satu contoh yang sangat mencolok adalah dalam sertifikasi guru.. Dalam sertifikasi, guru agama mengalami kegalauan. Terutama guru agama yang mengajar di sekolah yang dibawah Departemen Pendidikan. Bagaimana mungkin mengajarnya di bawah Diknas tapi sertifikasinya dibawah Depag?
Bukan dengan maksud merendahkan profesionalitas rekan-rekan di depag. Secara sederhana, seorang ibu pasti akan menyuapi anaknya terlebih dahulu sebelum menyuapi anak tetangga. Ketika semua anaknya sudah makan dan kenyang, baru dia memberikan kepada anak tetangga. Hal itu tentu kalau masih ada sisa, kalau sudah habis?
Hal ini merupakan PR untuk kabinet yang sudah terbentuk. Harapan tentu masih ada. Semoga benteng yang mulai rapuh, bisa dicor lagi dengan sederetan kebijakan yang mensejahterakan bersama.

Wallahu a'lam bisshowab


Guru agama di SMK Muhammadiyah Karangpucung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar